Minggu, 24/03/2019 20:56 WIB
Penulis: Drs Jannus Panjaitan/ Pemred
Jakarta - Eltrapost,
Turunan Raja Habinsaran/Raja Si Jorat Paraliman Panjaitan Meminta Kepada Presiden RI Agar Sudi Memberikan Hak Ulayat Moyangnya Kepada Turunannya

Turunan Raja Habinsaran/Raja Si Jorat Paraliman Panjaitan asal Matio Balige meminta kepada Presiden agar sudi menunjuk dan memberikan Tanah Ulayat moyangnya kepada mereka agar dapat dikelola tanah itu, dan juga mereka meminta kepada Presiden agar para pejabat-pejabat negara baik yang di Desa maupun pejabat tinggi yang menghalangi prosesnya di tindak sesuai aturan yang berlaku walaupun pejabat itu turunan Raja Habinsaran.
Permohonan turunan Raja Habinsaran kepada Presiden Joko Widodo agar tanah ulayat mereka ditunjuk dan diberikan Presiden telah dilakukan sejak 13 September 2018 oleh Pemimpin Umum/Redaksi media ini dengan nomor surat, No: 60902/Lap/ELTRA/VI/9/2018 tertanggal 12 September 2018 disampaikan langsung ke TU KEMENSETNEG pada tanggal 13 September 2018 yang lalu, kemudian 26 September 2018 Pemimpin media ini menelusuri surat tersebut, oleh TU diarahkan ke Deputi HUMBALA kemudian diarahkan lagi ke Pak Ade Irawan Staf DUMAS HUMBALA bagian permasalahan tanah.
Oleh Pak Ade Irawan mengatakan, permohonn turunan Raja Habinsaran itu telah di proses sesuai arhan Presiden, tetapi ada kekurangan dokumen pendukung, yakni, pernyataan Pemkab TOBASA yang menyatakan Masih ada keturunan Raja Habinsaran/ Raja Si Jorat Paraliman di Desa Matio – Balige.
Selanjutnya Pak Ade meminta agar Pemimpin media ini sebagai yang melayangkan permohonan agar meminta dokumen itu ke Pemkab Tobasa, untuk mendapat dokumen tersebut pertama dimohonkan Pemimpin media ini ke Kades Matio dan kemudian seterusnya ke Camat dan ke Bupati Tobasa, dan Pak Ade mengatakan surat tersebut harus ada agar proses selanjutnya bisa berjalan dengan baik.
Berdasarkan pernyataan dari Pak Ade media ini menyampaikan surat permohonan ke Kades Matio – Balige dengan nomor surat 61005/Per/ELTRA/VI/2018 tertanggal 8 Oktober 2018 dan disampaikan ke Kantor desa Matio pada 1 November 2018. Setelah beberapa hari wartawan media ini di Kabupaten TOBASA menanyakan jawaban surat ini, sang Kades menjawab dia tidak bersedia memberikan surat jawaban dengan alasan harus terlebih dahulu diskusi dengan tokoh dengan berbagai pihak dari marga Panjaitan di Matio dan di Jakarta. Setelah dua minggu di tunggu sang kades ini tidak bersedia menjawab karena dilarang Brigjen Polri JT Panjaitan, Kepala BNN Sumatera Selatan, karena dia dan kelompoknya merencanakan membuat Tugu Raja Si Jorat Paraliman tanpa menyebut Raja itu sebagai Raja Habinsaran.
Karena penolakan Kades ini proses penelusuran tanah ulayat Raja Habinsaran menjadi tertunda sehingga dilaporkan ke Deputi Humbala Kemensegneg tentang siapa-siapa yang menghalanginya, yakni;
1. Brigjen Pol JT Panjaitan, Kepala BNN Sumatera Selatan karena menghalangi Kades Matio memberi jawaban atas surat Kami, alasannya bahwa surat Kami ke Istan hanya kepentingan pribadi pemohon, tapi anehnya Jenderal ini tidak bersedia mengaku turunan Raja Habinsaran,
2. JP mantan kadisdik Taput yang telah dipecat karena kasus korupsi karena mengaku ke media ini ikut mendukung Kades tidak menjawab surat Kami, dan sekaligus melaporkan kasus penyalahgunaan dana BOS di Kabupaten Tapanuli Utara agar diproses sesuai hukum yang berlaku, kasusnya, Selama JP menjabat Kadisdik Taput, Seluruh Kasek SDN dan SMPN se Kabupaten TAPUT dipaksanya harus memotocopi berkas-berkas dokumen sekolah ke usaha foto copi yang dikelola istrinya, permasalahan ini sudah umum diketahui masyarakat Tarutung termasuk Bupati TAPUT.
3. Kades Matio sebagai penghalang utama karena diduga tidak menjawab surat tersebut karena dendam ke media ini karena disorot penyalahgunaan RASKIN untuk Lansia dan Orang melarat dan sekaligus kades ini diadukan media ini ke Kejari Tobasa untuk diproses hukum, tapi sayang proses hukumnya mandeg oleh KEJARI TOBASA.
Pada pertertemuan Pemimpin media ini dengan Pak Ade Irawan pada 31 Januari 2019 yang lalu di gedung Kemenseg, terungkap Pak Ade seolah-olah mendiamkan laporan Kami yang ke deputy Humbala, dan mengatakan laporan itu tidak disampaikan ke deputy, tentang dokumen yang tidak diberikan kades Matio, Pak Ade mengatakan, istana tidak bisa mengintervensi, jika proses ingin dilanjutkan dokumen tentang keberadaan turunan Raja Habinsaran di Desa Matio yang dinyatakan Pemkab Tobasa harus ada, jika tidak ada proses tidak bisa dilanjutkan ( Red; Pemerintah adalah dari Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan Pemerintah Pusat/ Presiden. Dalam Membela HAM, menegakkan HAM adalah satu kesatuan, dalam menegakkan HAM Presiden adalah Pemimpin tertinggi dan pemerintah dibawahnya harus tunduk dan taat ke Presiden. Di dalam menjalankan roda pemerintahan, tugas Utama Presiden adalah membela dan menjaga HAM, seluruh kebijakan Presiden sebagai pemimpin pemerintahan adalah memperjuangkan HAM, menjaga HAM, dan membela HAM.
Membela kelompok yang terjolimi sangat terpukul batinnya sejak penjajahan Belanda sampai sekarang adalah tugas utama Presiden. Turunan Raja Si Jorat Paraliman/ Raja Habinsaran/Wakil Raja SM Raja I sangat ketakutan menyebut moyangnya Raja Habinsaran/Wakil Raja SM Raja I padahal tidak ada yang protes di era ini, tetapi ketakutan itu sampai di era pemerintahan YM Presiden Jokowid masih akut berada dibatin mereka, oleh karena itu adalah tugas utama Presiden mengatasinya.
Saya heran kepada deputy Humbala, kenapa orang yang menangani masalah laporan Kami adalah staf yang kami nilai kurang empaty dengan HAM, sama sekali tidak memahami Fisikologi kelompok, tidak tertarik kepada sejarah, dan tidak mengerti apa arti intervensi Jenderal kepada masyarakat Desa, tidak memahami laporan adanya tindakan pelanggaran HAM, kurang memahami kewajiban pejabat negara.).
Menurut informasi yang diterima media ini, Brigjen Polri JT Pdipanggil ke Istana, setelah diperiksa di Istana dia melapor ke Orang hebat di Negara ini yang memiliki pengaruh di lapisan elit pemerintahan yakni MR X sehingga kasusnya tidak dilanjutkan. ( RED: Pak Ade diduga tidak menginformasikan ke media ini karena adanya Intervensi MR X.)
Dari beberapa masyarakat yang ditanya pendapatnya tentang masalah diatas, tidak ada yang berani menyebut namanya saat memberi komentar, mereka hanya mengatakan Brigjen Pol JT Panjitan itu adalah Jenderal hebat berani melawan perintatah Istana, dan juga Jenderal Pol yang digaji dari APBN yang semangat memperkosa Hak-Hak Azasi Turunan Raja Habinsaran. (Jannus P)