Rabu, 24/04/2013 07:36 WIB
Penulis: Saya
Bandung - Eltrapost, Jakarta. Orangutan yang diambil dari kata "manusia hutan" (man of forest), kian hari kian menghadapi ancaman kepunahan. Orangutan Sumatra (Pongo abelii) sampai sekarang terus menjadi korban, tersingkir karena aktivitas penebangan masif. Area hutan rumah mereka hilang.
Hal ini dibahas pada diskusi bertajuk "Wildlife Protection Series: Orangutan" yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Atamerica, Pacific Place, Kawasan SCBD Jakarta, Senin (22/4/2013). Menurut Ian Singleton, spesialis orangutan dan Direktur Konservasi di Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), wilayah hutan yang dialih fungsi ke lahan perkebunan membuat tidak mungkin lagi kehidupan bagi orangutan.
Selain dapat terbunuh, pembukaan hutan bagi perkebunan monokultur berakibat spesies orangutan yang bertahan hidup terputus dari habitatnya dan terisolasi dari populasi. Sementara, Singleton memaparkan, angka kerusakan hutan di wilayah Sumatra terutama Aceh dan Sumut, tetap tinggi atau tidak berkurang sejak tahun 1970.
Maka demi mengamankan, kegiatan konservasi kadang-kadang harus terpaksa memisahkan orangutan dari rumahnya. "Kami pun pada dasarnya tidak suka harus mengambil mereka dari hutan. Sebab selain sulit dan biaya mahal, hal tersebut berisiko tinggi untuk si orangutan," terang Singleton.
Pelestarian satwa di masa depan bergantung penting pada beberapa upaya; yaitu memastikan semua populasi yang dapat bertahan terproteksi dengan baik, melakukan penegakan hukum yang berlaku, serta menerapkan pembaruan lingkungan. Digarisbawahi, kunci keberhasilan pelestarian berada di tangan segenap masyarakat.
"Keadaan saat ini membuat akses informasi mudah dan cepat didapat, kita semua bisa mulai menghimpun informasi, mencatat suatu isu, lalu menyebarkannya ke social media," katanya. Aksi-aksi kecil semacam itu, jika terus dilakukan, efektif membawa dampak besar.
Nasib si Orang yang Kehilangan Hutan

Hal ini dibahas pada diskusi bertajuk "Wildlife Protection Series: Orangutan" yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Atamerica, Pacific Place, Kawasan SCBD Jakarta, Senin (22/4/2013). Menurut Ian Singleton, spesialis orangutan dan Direktur Konservasi di Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP), wilayah hutan yang dialih fungsi ke lahan perkebunan membuat tidak mungkin lagi kehidupan bagi orangutan.
Selain dapat terbunuh, pembukaan hutan bagi perkebunan monokultur berakibat spesies orangutan yang bertahan hidup terputus dari habitatnya dan terisolasi dari populasi. Sementara, Singleton memaparkan, angka kerusakan hutan di wilayah Sumatra terutama Aceh dan Sumut, tetap tinggi atau tidak berkurang sejak tahun 1970.
Maka demi mengamankan, kegiatan konservasi kadang-kadang harus terpaksa memisahkan orangutan dari rumahnya. "Kami pun pada dasarnya tidak suka harus mengambil mereka dari hutan. Sebab selain sulit dan biaya mahal, hal tersebut berisiko tinggi untuk si orangutan," terang Singleton.
Pelestarian satwa di masa depan bergantung penting pada beberapa upaya; yaitu memastikan semua populasi yang dapat bertahan terproteksi dengan baik, melakukan penegakan hukum yang berlaku, serta menerapkan pembaruan lingkungan. Digarisbawahi, kunci keberhasilan pelestarian berada di tangan segenap masyarakat.
"Keadaan saat ini membuat akses informasi mudah dan cepat didapat, kita semua bisa mulai menghimpun informasi, mencatat suatu isu, lalu menyebarkannya ke social media," katanya. Aksi-aksi kecil semacam itu, jika terus dilakukan, efektif membawa dampak besar.