Jumat, 10/11/2017 13:00 WIB
Penulis: Drs Jannus Panjaitan/ Pemred
Jakarta - Eltrapost,
Toga Panjaitan Mendapat Wangsit Mendirikan Dinasti Baru Dari Moyangnya
Dinasti Sisingamangaraja adalah Dinasti terakhir dari Kerajaan Batak, sebelum dinasti ini berdiri dinasti sebelumnya adalah Dinasti Raja Uti, dimana Dinasti Raja Uti ada sampai tujuh dinasti sempat berkuasa.
Pergantian Dinasti Raja Uti kepada Dinasti Sisingamangaraja diberbagai cerita adalah suksesi yang damai tanpa ada gejolak politik kerajaan yang signifikan. Tetapi pergantiajn dinasti ini diberbagai cerita diceritakan sebagai pemberian suatu Tahta kerajaan dari Raja Uti kepada keponakan, tanpa ada penyebabnya, Cerita ini cukup sederhana sebagai pergantian dinasti, disejarah dunia cerita pergantian dinasti sesederhana belum pernah ada ditulis.
Dari berbagai cerita dari salah satu Tokoh dari Klan Sibagot ni Pohan, yakni, Panurirang dari Matio. Menurut tokoh kita ini , cerita suksesi itu bukan sesederhana itu melainkan kerja keras dari Klan Si Bagot ni Pohan untuk merebutnya. Adapun latar belakang dari keinginan Klan Sibagot Ni Pohan untuk merebut dInasti karena Kerajaan saat itu sudah sangat lemah menghadapi kekuatan Bangsa Asing, diman banyak daerah di wilayah Kerajaan Batak setingkat BIUs telah jatuh ke Tangan Para Pedagang dari Gujarab, dan Hampir Dua pertiga wilayah Kerajaan Batak bagian Timur telah dikuasai Samudra Pasai dari Kerajaan Aceh.
Melihat situasi ini Klan si Bagot Ni Pohan yang berkuasa di Tapanuli Habinsaran, wilayah mereka setingkat Provinsi telah berhadapan langsung dengan Pasukan Samudra Pasei di Perbatasan Simalungun. Walaupun situasi sudah genting Pasukan Kerajaan atau Raja tertinggi tidak melakukan upaya yang signifikan untuk mengatasinya.
Melihat situasi ini Toga Panjaitan pensiunan Hakim Agung Kerajaan yang sudah sepuh, Tokoh tertua dan paling dituakan oleh Klannya bertindak untuk mengatasi situasi yang sudah genting ini, kemudian Dia menyuruh kurir untuk menyampaikan suratnya ke Raja Parsuratan, Raja Sorinomba /Gubernur Tapanuli Habinsaran di Kota Balige untuk menemuinya, isi surat itu memanggil Raja itu menghadapnya segera ke Rumahnya di Matio-Balige. ( Red; Adapun Toga Panjaitan bisa memangil seorang Raja Sorinomba sesederhana itu karena Istri Toga Panjaitan dan Ibu Raja Parsuratan adalah Kakak Adik, dimana Ibu Raja parsuratan adalah Adik dari istri Toga Panjaitan)
Setelah membaca isi surat yang ringkas itu, segera mungkin Raja Parsuratan memanggil para punggawanya meniapkan Kuda dan Makanan Khas Batak untuk dibawa Ke Rumah Bapa Tuanya, karena Raja Parsuratan berpikir mungkin Toga Panjaitan akan meningalkan dunia fana ini sebentar lagi karena Toga ini sudah sepuh, mengingat Anaknya hanya satu dan selalu di Ibu Kota Kerajaan Batak, di Kota Barus, karena Dia Pedagang Besar Kuda, Lembu, dan Kerbau terbesar di Kerajaan Batak sehingga sangat jarang bertemu.
Setelah persiapan selesai para punggawa kerajaan mengatakan siap untuk berangkat Raja Parsuratan memanggil Istrinya dan memberi tahu akan menjumpai Toga Panjaitan, istrinya sangat gembira karena Toga Panjaitan dan Istrinya dianggapnya sebagai mertua kandungnya lantaran Raja Marsundung dan Istrinya Boru Hasibuan sudah lama meninggal dunia.
Setelah sampai di Matio, kedatangan rombongan Raja Parsuratan beserta istrinya sangat menyenangkan hati Toga Panjaitan, walaupun dalam hatinya berkata hanya Raja Parsuratan yang diundang datang karena tujuannya adalah membicarakan hal-hal yang sangat penting tentang Kerajaan Batak, dalam hatinya bertanya, apa Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan ini menganggapku mau memberi pesan terakhir sebelum menghadap para leluhur? Enak saja batinya menjawab, saya tidak akan menghadap para Leluhur sebelum cucuku Paraliman menjadi Raja di Habinsaran dan menaklukkan para Penjajah Tanah leluhur.
Setelah rombongan masuk ke rumah dan berbasa-basi sebentar, kemudian mereka makan dan minum bawaan Raja Sorinomba ini. Setelah selesai acara silaturahmi keluarga Toga Panjaitan meminta Raja Parsuratan untuk berbicara, mereka berdua keluar dari Rumah ke balairun atau Partungkoan Toga Panjaitan, Hei, Raja Parsuratan, kata Toga Panjaitan menghardik Raja ini, apakah Kamu menganggap saya mau Mati makanya Kamu bawa makanan yang banyak, sebelum Raja Parsuratan menjawab, Toga Panjaitan berkata lagi, wahai Ananda Raja Parsuratan, ingatlah ucapanku ini, Saya Toga Panjaitan tidak akan Mati sebelum cucuku Paraliman menghancurkan para penjajah tanah leluhur, dan tidak akan Mati sebelum cucuku menjadi Raja Habinsaran, ingatlah Pesanku ini Raja Sorinomba.
Raja Parsuratan sangat terkejut dan bingung mendengar statemen Toga Panjaitan ini, dalam hatinya berkata; jangankan untuk membentuk kerajaan baru, mempertahankan wilayahnya dari penjajah yang sudah siaga untuk menyerang diperbatasan dengan Simalungun belum ditemukan cara untuk menghadapinya, sebagai Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan Raja ini mengetahui bahaya besar telah mengancam Kerajaannya, karena Penjajah dari Kerajaan Samudra Pasai telah siaga di perbatasan untuk menyerang Tapanuli, tetapi karena yang berkata adalah orang yang sangat dihormati dan disayanginya Raja yang budiman ini tidak berani membantah, apalagi setelah Bundanya meninggal, Raja ini lebih sering berdiam di Rumah Toga Panjaitan karena dan Istri Toga ini adalah kakak Ibunya, dan Anak Toga Panjaitan bernama Tungo Naiborngin adalah temannya bermain , bersama Tuan Maruji Hutagaol Anak Pamannya. (Red; Raja Marsundung adalah Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan sebelum Raja Parsuratan, Raja Marsundung adalah Ayah Raja Parsuratan, dan Hutagaol adalah Adik Raja Marsundung, anak Hutagaol adalah Tuan Maruji) Ketiganya sangat Kompak sejak kecil, sekolah, sampai umur mereka ujur.
Melihat keterkejutan Raja ini atas ucapannya, Toga ini berkata pelan, itulah tujuan Kamu ku panggil kesini, saya memintamu supaya Kamu tidak perlu mendebat ucapanku ini dulu. Wahai Raja Nan Pintar, Saya sudah ujur dan tidak ingin tanah lelehur , budaya, dan Agama Kita dihancurkan penjajah, sebagai Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan Kamulah yang terdepannya untuk mengatasinya, seandainya Kita memang hancur lebih mulia jika Kita Mati terhormat di Medan laga dari pada dijajah, untuk itu Kita harus bangkit dan maju menyongsong mereka, Kita harus bertarung dengan kegagahan dan kehormatan Kita.
Dalam keadaan sekarang Kerajaan pusat tidak bisa Kita harapkan ikut membantu, karena sudah banyak wilayah BIUS dan Sorinomba yang memberontak kepada Kerajaan, jadi pemerintah pusat perhatian lebih tertuju memadamkan pemberontakan itu dari pada menghadapi penjajajah diperbatasan, oleh karenanya Kita harus mampu berjuang sendiri mempertahankan wilayah Kita, dan juga sekaligus merebut Tahta Kerajaan dari tangan penguasa sekarang, dan Saya menilai Kita mampu menggapainya.
Selanjutnya Toga mengatakan kepada Raja Parsuratan, sekali ini kuminta kepada Ananda Raja agar tidak mendebat apapun perkataanku cukup hanya mendengarkan dan melakukan, dengan tenang dan suara lembut Raja Parsuratan nan Kalem ini berkata, Saya Siap mendengar dan melaksanakannya Bapa, sambil Raja parsuratan bersujud dikaki Toga Panjaitan.
Melihat kesediaan Raja ini, Toga Panjaitan berkata dengan lembut dan tegas; Wahai Anakku Raja Parsuratan, ini wangsit dari Ompung Kita Raja Sorba Di Banua, dan Raja Sibagot Ni Pohan di saat Saya Semedi meminta petunjuk Tuhan mengatasi masalah Kita (Red; Raja-raja Sorinomba Tapanuli Habinsaran sebelumnya), mereka menujukkan dua lelaki penunggang Kuda, satu datang dari Laut dengan mengendarai Kuda Putih dan Satu dari Gunung mengendarai Kuda Hitam, mereka berdua pergi ke Gunung Suci Moyang Kita, Dolok Tolong untuk berdoa meminta restu Mulajadi Nabolon, setelah selesai berdoa mereka datang ke Matio, dan ompung Kita mengatakan kepada Saya, wahai Toga nan adil, inilah jawaban atas kegundahan hatimu, inilah Raja Habinsaran dan Raja Hasundutan dan mereka adalah cicit-cicitku nan perkasa yang akan menerjang pertahanan musuh tanpa kenal takut, dan keduanya akan menghancurkan musuh sampai hancur lebur, tetapi Saya hanya mengenal si Penunggang Kuda Hitam, yakni Marsekal Paraliman, cucuku, si penunggang Kuda Putih tidak kukenal, dan kedua wajahnya memancarkan kewibawaan para Raja, saya melihat didalam tubuh mereka ada batu mustika, mustika Batu Delima.
Saat Saya bertanya kepada mereka, Apa yang Saya lakukan, dan siapa para penungang Kuda itu, dan bagaimana cara untuk mewujudkannya, mereka tertawa, wahai Toga nan Bijak, cicit-cicitku hebat, Anak-Anakmu juga hebat, satukanlah mereka dan bangkitkan semangatnya, mereka pasti bangkit dan menuruti apa yang Kamu katakan, wahai Toga Nan Bijak, apakah Kamu lupa cicitku Tuan Maruji dan Raja Parsuratan dan Anakmu Tungo Naiborngin, mereka itu adalah Doli na Jogi yang tidak tertandingi dibidangnya, dan mereka adalah Doli Na Jogi kebanggaan turunan Sibagot Ni Pohan sepanjang masa, katakanlah yang Kamu saksikan ini kepada mereka bertiga, pasti mereka akan mengenalkan kedua penunggang Kuda itu kepadamu, camkanlah itu Toga nan bijak ujar Raja Sibagot ni Pohan, dan mereka pergi dan Sayapun terbangun dari semediku.
Untuk itu telah Saya Konsep secara umum tentang Kerajaan Baru itu, yakni, Satu Negara, dua wilayah pemerintahan , dan Dua Raja, dimana Rajanya adalah Raja Habinsaran dan Raja Hasundutan dan mereka sederajat. Tetapi belum ada bentuk Kerajaan seperti itu di dunia, oleh karena itu sempurnakanlah konsep itu Wahai Ananda, sebagai Toga nan terkenal Saya hanya mengkonsep Kerajaan ini Kerajaan/Negara Kontitusional seperti keadaan sekarang, tapi ditambah menjadi negara hukum, yang artinya Hukum sebagai Panglima tertinggi, dan Siapun tidak bole melanggar hukum, Siapapun yang melanggar hukum harus dihukum.
Kemudian Raja Parsuratan mengatakan, wahay Ayahanda nan Terhormat, Toga Panjaitan nan bijakana, Saya belum tahu bagaimana memikul tugas berat itu, tetapi karena ini takdir yang diberikan Tuhan Kita Mulajadi Nabolon, Saya bersumpah ke Roh-Roh Leluhur Kita akan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dengan segenap jiwa ragaku, dan Ananda percaya Kita rencana Kita ini akan segera diwujudkan Mulajadi Nabolon. Kemudian mereka berpelukan dengan penuh kasih dan meneteskan air mata.
Demikianlah dituturkan oleh Panurirang Matio disuatu tempat di Taman Mini Indonesia Indah di akhir Oktober 2017, dan beliau akan menuturkan lanjutannya disuatu hari nantinya. Bersambung ( Jannus P)
Mengenal Arsitek-Arsitek Pendiri Dinasti Sisingamangaraja

Bagian Pertama
Toga Panjaitan Mendapat Wangsit Mendirikan Dinasti Baru Dari Moyangnya
Dinasti Sisingamangaraja adalah Dinasti terakhir dari Kerajaan Batak, sebelum dinasti ini berdiri dinasti sebelumnya adalah Dinasti Raja Uti, dimana Dinasti Raja Uti ada sampai tujuh dinasti sempat berkuasa.
Pergantian Dinasti Raja Uti kepada Dinasti Sisingamangaraja diberbagai cerita adalah suksesi yang damai tanpa ada gejolak politik kerajaan yang signifikan. Tetapi pergantiajn dinasti ini diberbagai cerita diceritakan sebagai pemberian suatu Tahta kerajaan dari Raja Uti kepada keponakan, tanpa ada penyebabnya, Cerita ini cukup sederhana sebagai pergantian dinasti, disejarah dunia cerita pergantian dinasti sesederhana belum pernah ada ditulis.
Dari berbagai cerita dari salah satu Tokoh dari Klan Sibagot ni Pohan, yakni, Panurirang dari Matio. Menurut tokoh kita ini , cerita suksesi itu bukan sesederhana itu melainkan kerja keras dari Klan Si Bagot ni Pohan untuk merebutnya. Adapun latar belakang dari keinginan Klan Sibagot Ni Pohan untuk merebut dInasti karena Kerajaan saat itu sudah sangat lemah menghadapi kekuatan Bangsa Asing, diman banyak daerah di wilayah Kerajaan Batak setingkat BIUs telah jatuh ke Tangan Para Pedagang dari Gujarab, dan Hampir Dua pertiga wilayah Kerajaan Batak bagian Timur telah dikuasai Samudra Pasai dari Kerajaan Aceh.
Melihat situasi ini Klan si Bagot Ni Pohan yang berkuasa di Tapanuli Habinsaran, wilayah mereka setingkat Provinsi telah berhadapan langsung dengan Pasukan Samudra Pasei di Perbatasan Simalungun. Walaupun situasi sudah genting Pasukan Kerajaan atau Raja tertinggi tidak melakukan upaya yang signifikan untuk mengatasinya.
Melihat situasi ini Toga Panjaitan pensiunan Hakim Agung Kerajaan yang sudah sepuh, Tokoh tertua dan paling dituakan oleh Klannya bertindak untuk mengatasi situasi yang sudah genting ini, kemudian Dia menyuruh kurir untuk menyampaikan suratnya ke Raja Parsuratan, Raja Sorinomba /Gubernur Tapanuli Habinsaran di Kota Balige untuk menemuinya, isi surat itu memanggil Raja itu menghadapnya segera ke Rumahnya di Matio-Balige. ( Red; Adapun Toga Panjaitan bisa memangil seorang Raja Sorinomba sesederhana itu karena Istri Toga Panjaitan dan Ibu Raja Parsuratan adalah Kakak Adik, dimana Ibu Raja parsuratan adalah Adik dari istri Toga Panjaitan)
Setelah membaca isi surat yang ringkas itu, segera mungkin Raja Parsuratan memanggil para punggawanya meniapkan Kuda dan Makanan Khas Batak untuk dibawa Ke Rumah Bapa Tuanya, karena Raja Parsuratan berpikir mungkin Toga Panjaitan akan meningalkan dunia fana ini sebentar lagi karena Toga ini sudah sepuh, mengingat Anaknya hanya satu dan selalu di Ibu Kota Kerajaan Batak, di Kota Barus, karena Dia Pedagang Besar Kuda, Lembu, dan Kerbau terbesar di Kerajaan Batak sehingga sangat jarang bertemu.
Setelah persiapan selesai para punggawa kerajaan mengatakan siap untuk berangkat Raja Parsuratan memanggil Istrinya dan memberi tahu akan menjumpai Toga Panjaitan, istrinya sangat gembira karena Toga Panjaitan dan Istrinya dianggapnya sebagai mertua kandungnya lantaran Raja Marsundung dan Istrinya Boru Hasibuan sudah lama meninggal dunia.
Setelah sampai di Matio, kedatangan rombongan Raja Parsuratan beserta istrinya sangat menyenangkan hati Toga Panjaitan, walaupun dalam hatinya berkata hanya Raja Parsuratan yang diundang datang karena tujuannya adalah membicarakan hal-hal yang sangat penting tentang Kerajaan Batak, dalam hatinya bertanya, apa Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan ini menganggapku mau memberi pesan terakhir sebelum menghadap para leluhur? Enak saja batinya menjawab, saya tidak akan menghadap para Leluhur sebelum cucuku Paraliman menjadi Raja di Habinsaran dan menaklukkan para Penjajah Tanah leluhur.
Setelah rombongan masuk ke rumah dan berbasa-basi sebentar, kemudian mereka makan dan minum bawaan Raja Sorinomba ini. Setelah selesai acara silaturahmi keluarga Toga Panjaitan meminta Raja Parsuratan untuk berbicara, mereka berdua keluar dari Rumah ke balairun atau Partungkoan Toga Panjaitan, Hei, Raja Parsuratan, kata Toga Panjaitan menghardik Raja ini, apakah Kamu menganggap saya mau Mati makanya Kamu bawa makanan yang banyak, sebelum Raja Parsuratan menjawab, Toga Panjaitan berkata lagi, wahai Ananda Raja Parsuratan, ingatlah ucapanku ini, Saya Toga Panjaitan tidak akan Mati sebelum cucuku Paraliman menghancurkan para penjajah tanah leluhur, dan tidak akan Mati sebelum cucuku menjadi Raja Habinsaran, ingatlah Pesanku ini Raja Sorinomba.
Raja Parsuratan sangat terkejut dan bingung mendengar statemen Toga Panjaitan ini, dalam hatinya berkata; jangankan untuk membentuk kerajaan baru, mempertahankan wilayahnya dari penjajah yang sudah siaga untuk menyerang diperbatasan dengan Simalungun belum ditemukan cara untuk menghadapinya, sebagai Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan Raja ini mengetahui bahaya besar telah mengancam Kerajaannya, karena Penjajah dari Kerajaan Samudra Pasai telah siaga di perbatasan untuk menyerang Tapanuli, tetapi karena yang berkata adalah orang yang sangat dihormati dan disayanginya Raja yang budiman ini tidak berani membantah, apalagi setelah Bundanya meninggal, Raja ini lebih sering berdiam di Rumah Toga Panjaitan karena dan Istri Toga ini adalah kakak Ibunya, dan Anak Toga Panjaitan bernama Tungo Naiborngin adalah temannya bermain , bersama Tuan Maruji Hutagaol Anak Pamannya. (Red; Raja Marsundung adalah Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan sebelum Raja Parsuratan, Raja Marsundung adalah Ayah Raja Parsuratan, dan Hutagaol adalah Adik Raja Marsundung, anak Hutagaol adalah Tuan Maruji) Ketiganya sangat Kompak sejak kecil, sekolah, sampai umur mereka ujur.
Melihat keterkejutan Raja ini atas ucapannya, Toga ini berkata pelan, itulah tujuan Kamu ku panggil kesini, saya memintamu supaya Kamu tidak perlu mendebat ucapanku ini dulu. Wahai Raja Nan Pintar, Saya sudah ujur dan tidak ingin tanah lelehur , budaya, dan Agama Kita dihancurkan penjajah, sebagai Raja Sorinomba Tapanuli Hasundutan Kamulah yang terdepannya untuk mengatasinya, seandainya Kita memang hancur lebih mulia jika Kita Mati terhormat di Medan laga dari pada dijajah, untuk itu Kita harus bangkit dan maju menyongsong mereka, Kita harus bertarung dengan kegagahan dan kehormatan Kita.
Dalam keadaan sekarang Kerajaan pusat tidak bisa Kita harapkan ikut membantu, karena sudah banyak wilayah BIUS dan Sorinomba yang memberontak kepada Kerajaan, jadi pemerintah pusat perhatian lebih tertuju memadamkan pemberontakan itu dari pada menghadapi penjajajah diperbatasan, oleh karenanya Kita harus mampu berjuang sendiri mempertahankan wilayah Kita, dan juga sekaligus merebut Tahta Kerajaan dari tangan penguasa sekarang, dan Saya menilai Kita mampu menggapainya.
Selanjutnya Toga mengatakan kepada Raja Parsuratan, sekali ini kuminta kepada Ananda Raja agar tidak mendebat apapun perkataanku cukup hanya mendengarkan dan melakukan, dengan tenang dan suara lembut Raja Parsuratan nan Kalem ini berkata, Saya Siap mendengar dan melaksanakannya Bapa, sambil Raja parsuratan bersujud dikaki Toga Panjaitan.
Melihat kesediaan Raja ini, Toga Panjaitan berkata dengan lembut dan tegas; Wahai Anakku Raja Parsuratan, ini wangsit dari Ompung Kita Raja Sorba Di Banua, dan Raja Sibagot Ni Pohan di saat Saya Semedi meminta petunjuk Tuhan mengatasi masalah Kita (Red; Raja-raja Sorinomba Tapanuli Habinsaran sebelumnya), mereka menujukkan dua lelaki penunggang Kuda, satu datang dari Laut dengan mengendarai Kuda Putih dan Satu dari Gunung mengendarai Kuda Hitam, mereka berdua pergi ke Gunung Suci Moyang Kita, Dolok Tolong untuk berdoa meminta restu Mulajadi Nabolon, setelah selesai berdoa mereka datang ke Matio, dan ompung Kita mengatakan kepada Saya, wahai Toga nan adil, inilah jawaban atas kegundahan hatimu, inilah Raja Habinsaran dan Raja Hasundutan dan mereka adalah cicit-cicitku nan perkasa yang akan menerjang pertahanan musuh tanpa kenal takut, dan keduanya akan menghancurkan musuh sampai hancur lebur, tetapi Saya hanya mengenal si Penunggang Kuda Hitam, yakni Marsekal Paraliman, cucuku, si penunggang Kuda Putih tidak kukenal, dan kedua wajahnya memancarkan kewibawaan para Raja, saya melihat didalam tubuh mereka ada batu mustika, mustika Batu Delima.
Saat Saya bertanya kepada mereka, Apa yang Saya lakukan, dan siapa para penungang Kuda itu, dan bagaimana cara untuk mewujudkannya, mereka tertawa, wahai Toga nan Bijak, cicit-cicitku hebat, Anak-Anakmu juga hebat, satukanlah mereka dan bangkitkan semangatnya, mereka pasti bangkit dan menuruti apa yang Kamu katakan, wahai Toga Nan Bijak, apakah Kamu lupa cicitku Tuan Maruji dan Raja Parsuratan dan Anakmu Tungo Naiborngin, mereka itu adalah Doli na Jogi yang tidak tertandingi dibidangnya, dan mereka adalah Doli Na Jogi kebanggaan turunan Sibagot Ni Pohan sepanjang masa, katakanlah yang Kamu saksikan ini kepada mereka bertiga, pasti mereka akan mengenalkan kedua penunggang Kuda itu kepadamu, camkanlah itu Toga nan bijak ujar Raja Sibagot ni Pohan, dan mereka pergi dan Sayapun terbangun dari semediku.
Untuk itu telah Saya Konsep secara umum tentang Kerajaan Baru itu, yakni, Satu Negara, dua wilayah pemerintahan , dan Dua Raja, dimana Rajanya adalah Raja Habinsaran dan Raja Hasundutan dan mereka sederajat. Tetapi belum ada bentuk Kerajaan seperti itu di dunia, oleh karena itu sempurnakanlah konsep itu Wahai Ananda, sebagai Toga nan terkenal Saya hanya mengkonsep Kerajaan ini Kerajaan/Negara Kontitusional seperti keadaan sekarang, tapi ditambah menjadi negara hukum, yang artinya Hukum sebagai Panglima tertinggi, dan Siapun tidak bole melanggar hukum, Siapapun yang melanggar hukum harus dihukum.
Kemudian Raja Parsuratan mengatakan, wahay Ayahanda nan Terhormat, Toga Panjaitan nan bijakana, Saya belum tahu bagaimana memikul tugas berat itu, tetapi karena ini takdir yang diberikan Tuhan Kita Mulajadi Nabolon, Saya bersumpah ke Roh-Roh Leluhur Kita akan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dengan segenap jiwa ragaku, dan Ananda percaya Kita rencana Kita ini akan segera diwujudkan Mulajadi Nabolon. Kemudian mereka berpelukan dengan penuh kasih dan meneteskan air mata.
Demikianlah dituturkan oleh Panurirang Matio disuatu tempat di Taman Mini Indonesia Indah di akhir Oktober 2017, dan beliau akan menuturkan lanjutannya disuatu hari nantinya. Bersambung ( Jannus P)